MAKALAH
UNDIAN DAN LOTERE
Diajukan sebagai Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Masail Fiqh
Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) B Semester
V
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Dosen Pengampu
: Drs. H. Abdul Ghofar,
MA
Disusun oleh kelompok 10:
1.
Didi Mustahdi (1414112067)
2.
Ita Maryana (1414112082)
3.
Nuqthotul Haibah (1414111043)
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2016
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia ini
pasti selalu diliputi dengan berbagai masalah, sebagai contoh dari masalah yang
harus segera ditetapkan ketentuan hukumnya adalah mengenai undian dan lotere.
Sejauh ini, di negara kita undian dan lotere telah berkembang pesat bahkan
telah menjadi bagian dari praktek bisnis segelintir kalangan. Bahkan terkadang
tidak jarang banyak orang yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan
keuntungan dari mengikuti undian dan lotere. Yang menjadi permasalahannya
sekarang adalah bagaimana hukum dari undian dan lotere tersebut? Apakah undian
dan lotere termasuk ke dalam kategori perjudian?
Bertolak dari dua masalah di
atas, kiranya sangat layak jika undian dan lotere masuk dalam kategori penyakit
sosial yang harus segera dicarikan ketetapan hukumnya agar masyarakat dapat
menentukan sikap dalam memilih cara berikhtiar dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Tinjauan Umum Mengenai Undian
dan Lotere?
2.
Bagaimana Pendapat Para Ulama
Tentang Undian dan Lotere?
3.
Bagaimana
Pendapat Yusuf Qardhawi Tentang Undian dan
Lotere?
C. Tujuan Makalah
1.
Untuk mengetahui dan memahami Tinjauan
Umum Mengenai Undian dan Lotere,
2.
Untuk mengetahui dan memahami Pendapat
Para Ulama Tentang Undian dan Lotere,
3.
Untuk mengetahui dan memahami Pendapat Yusuf
Qardhawi Tentang Undian dan Lotere.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan
Umum Mengenai Undian dan Lotere
1.
Pengertian
Undian dan Lotere
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, undian diartikan dengan sesuatu yang diundi (lotre). Sedangkan dalam
Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa lotre itu berasal dari Bahasa Belanda
“loterij” yang artinya undian berhadiah, nasib, peruntungan. Dalam Bahasa
Inggris juga terdapat kata “lottery” yang berarti undian.[1]
Sementara itu, dalam Ensiklopedi
Hukum Islam dijelaskan bahwa undian (qur’ah) merupakan upaya memilih sebagian pilihan (alternatif) dari keseluruhan pilihan yang
tersedia dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap pilihan yang tersedia itu
memiliki kemungkinan (probabilitas) yang sama besarnya untuk terpilih. Undian
merupakan upaya paling mampu menjauhkan unsur keberpihakan dalam memilih dan
dapat dilakukan untuk maksud-maksud yang jauh sama sekali dari perjudian.[2]
Mengacu pada pengertian di atas,
kata undian itu sinonim dengan pengertian lotere, di mana dalam lotere ada
unsur spekulatif (untung-untungan mengadu nasib). Namun, di masyarakat kata
undian dan lotere pengertiannya dibedakan, sehingga hukumnya pun berbeda. Kalau
dalam undian tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Oleh karena itu undian
hukumnya boleh, seperti undian kuis berhadiah sebuah produk di televisi.
Sedangkan dalam lotere ada pihak yang dirugikan. Oleh karena itu hukumnya
haram.[3]
2.
Jenis-jenis
Undian dan Lotere
Ditinjau dari sudut manfaat dan
mudaratnya, ulama mazhab (Mazhab Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’i) membagi
undian atas dua bagian, yaitu undian yang mengandung unsur mudharat atau
kerusakan dan undian yang tidak mengandung mudharat dan tidak mengakibatkan
kerugian.[4]
Adapun undian yang mengandung
unsur mudharat atau kerusakan terdiri dari dua jenis undian yaitu:
a.
Undian
yang menimbulkan kerugian finansial pihak-pihak yang diundi. Dengan kata lain
antara pihak-pihak yang diundi terdapat unsur-unsur untung-rugi, yakni jika di
satu pihak ada yang mendapat keuntungan, maka di pihak lain ada yang merugi dan
bahkan menderita kerusakan mental. Biasanya, keuntungan yang diraihnya jauh
lebih kecil daripada kerugian yang ditimbulkannya. Undian yang terdapat
unsur-unsur ini dalam Al-Qur’an disebut al-maisir (QS Al-Baqarah: 219).[5]
b.
Undian
yang hanya menimbulkan kerugian atau kerusakan bagi dirinya sendiri, yaitu
berupa kerusakan mental. Manusia menggantungkan nasib, rencana, pilihan dan
aktivitasnya kepada para “pengundi nasib” atau “peramal”, sehingga akal
pikirannya menjadi labil, kurang percaya diri dan berpikir tidak realistik.
Undian semacam ini dalam Al-Qur’an disebut dengan al-azlam (QS Al-Ma’idah: 90).[6]
Sedangkan undian yang tidak
mengandung atau menimbulkan mudarat dan tidak mengakibatkan kerugian, baik bagi
pihak-pihak yang diundi maupun bagi pihak pengundi sendiri para pelakunya hanya
mendapatkan keuntungan di satu pihak dan pihak lain tidak mendapat apa-apa,
akan tetapi tidak menderita kerugian. Yang termasuk dalam kategori ini ialah
segala macam undian berhadiah dari perusahaan-perusahaan dengan motif promosi
atas barang produksinya, undian untuk mendapatkan peluang tertentu (karena
terbatasnya peluang tersebut) seperti undian untuk berangkat menunaikan ibadah
haji dengan cuma-cuma dan undian untuk menentukan giliran tertentu, seperti
dalam arisan. Termasuk juga dalam kategori ini bentuk undian dalam kategori
prioritas urutan dalam perlombaan, baik olahraga maupun kesenian.[7]
3.
Dasar
Hukum Tentang Undian dan Lotere
a.
Al-Quran
Dalil syara’ yang menyebutkan
tentang undian, dalam pengertian judi, terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 219:[8]
* y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ÌôJyø9$# ÎÅ£÷yJø9$#ur (
ö@è% !$yJÎgÏù ÖNøOÎ) ×Î72 ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R 3
tRqè=t«ó¡our #s$tB tbqà)ÏÿZã È@è% uqøÿyèø9$# 3
Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# ãNä3s9 ÏM»tFy$# öNà6¯=yès9 tbrã©3xÿtFs? ÇËÊÒÈ
Artinya:
“Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS.
Al-Baqarah ayat 219)
Sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Ma’idah ayat 90-91:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsø:$# çÅ£øyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ $yJ¯RÎ) ßÌã ß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qã ãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$Òøót7ø9$#ur Îû Ì÷Ksø:$# ÎÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtur `tã Ìø.Ï «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).” (QS. Al-Ma’idah ayat 90-91)
Sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 3:
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ÍÌYÏø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosqè%öqyJø9$#ur èptÏjutIßJø9$#ur èpysÏܨZ9$#ur !$tBur @x.r& ßìç7¡¡9$# wÎ) $tB ÷Läêø©.s $tBur yxÎ/è n?tã É=ÝÁZ9$# br&ur (#qßJÅ¡ø)tFó¡s? ÉO»s9øF{$$Î/ 4 öNä3Ï9ºs î,ó¡Ïù 3 tPöquø9$# }§Í³t tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB öNä3ÏZÏ xsù öNèdöqt±ørB Èböqt±÷z$#ur 4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYÏ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYÏ 4 Ç`yJsù §äÜôÊ$# Îû >p|ÁuKøxC uöxî 7#ÏR$yftGãB 5OøO\b} ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÈ
Artinya:
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka
barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah ayat 3)
Dalam hal ini, yang menjadi
perhatian berdasarkan ayat-ayat di atas ialah kerusakan yang ditimbulkannya.
Judi diharamkan karena mengandung kerusakan yang besar, meskipun ada sedikit
manfaatnya. Sedangkan yang menjadi sumber awal kerusakannya ialah angan-angan
pada keuntungan besar, padahal yang diperoleh hanya kerugian dan kehancuran. Di
sini berlaku suatu kaidah yang memandang perlu menghambat terjadinya kerusakan
(sadd azzari’ah) yaitu : dar ‘al-mafaasid muqaddam ‘alaa jalb al-mashaalih)
(menghindari kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemaslahatan).
Kerusakan yang akan ditimbulkannya harus dihambat atau ditutup, sehingga tidak
akan timbul kerusakan-kerusakan lainnya yang jauh lebih besar.[9]
b.
Al-Hadist
dan UU
Untuk undian yang tidak
mengandung kerusakan sama sekali atau bahkan mengandung kerusakan sama sekali
atau bahkan mengandung manfaat, seperti undian dalam arisan, kuis berhadiah
atau undian berhadiah sebagai promosi dari perusahaan-perusahaan, Islam
membolehkannya. Ini sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW sendiri,
menurut sebuah hadits yang disepakati Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah binti
Abu Bakar, yang artinya :
“Apabila hendak bepergian,
Rasulullah mengundi istri-istrinya untuk menentukan siapa yang lebih berhak
ikut bersamanya.” Segala bentuk undian ini, khususnya di Indonesia, oleh
masyarakat dinilai positif, maka dalam hal ini berlaku kaidah ‘urf (tradisi masyarakat),
yaitu al-‘aadah muhakkamah (tradisi masyarakat dapat dijadikan dasar hukum)
sepanjang tidak bertentangan dengan dalil syara’.[10]
Pemerintah RI telah mempunyai
seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan undian
dan penertiban perjudian, antara lain:
a.
UU
Nomor 38 Tahun 1947 tentang Undian Uang Negara,
b.
UU
Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian, dan,
c.
UU
Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian.
Sebagian
besar ulama di Indonesia mengharamkan segala macam taruhan dan perjudian,
seperti Nasional Lotere (NALO) dan Lotere Totalisator (Lotto). Pada tahun 60-an
masyarakat pernah dilanda oleh lotere, terutama lotere buntut, yang akhirnya
dilarang oleh presiden Sukarno dengan Keppres No. 133 Tahun 1965, karena lotere
buntut dianggap dapat merusak moral bangsa dan digolongkan sebagai subversi.
Selain
beberapa pendapat di atas, Majelis Ulama Indonesia Daerah dan beberapa
pemerintah daerah menyampaikan keberatan, kritik dan keprihatinannya terhadap
akibat-akibat negatif yang timbul karena Porkas. Dan yang lebih memprihatinkan,
ialah bahwa penggemar Porkas itu umumnya lapisan masyarakat berpenghasilan
rendah. Bahkan telah banyak menyeret kalangan anak muda dan pelajar.
Di
dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dan Tarmizi, dikatakan Nabi SAW
pernah bersabda:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak mau menerima
kecuali yang baik.” (H.R Muslim)[11]
Mereka yang berbuat demikian
menganggap seolah-olah masyarakat Islam telah kehilangan jiwa sosial, perasaan
kasih sayang, dan nilai-nilai kebajikan. Sehingga tidak ada jalan lain untuk
mengumpulkan dana, kecuali dengan berjudi dan permainan haram. Islam tidak
yakin, bahwa umatnya akan bersikap demikian. Bahkan lebih yakin akan segi
sosialnya terhadap orang lain. Oleh karena itu, Islam tidak memakai melainkan
cara yang suci untuk tujuan yang suci. Jalan yang suci itu berupa ajakan untuk
berbuat kebajikan, membangkitkan nilai kemanusiaan dan beriman kepada Allah SWT
dan hari akhir.[12]
Imam al-Ghazali sebagaimana yang
dikutip di dalam buku Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam karangan Nazar Bakry,
menjelaskan seluruh permainan yang di dalamnya terdapat unsur perjudian, maka
permainan itu hukumnya haram. Al-Quran telah jelas menegaskan bahwa judi
(maisir) itu adalah dosa besar dan termasuk pekerjaan setan.
Permainan dadu atau lentrek yang
apabila dibarengi dengan perjudian maka hukumnya adalah haram. Hal itu
disepakati oleh para ulama. Namun ada sebagian ulama yang mengatakan makruh
apabila permainan itu tidak dibarengi oleh perjudian.[13]
Alasan yang dipakai oleh yang
mengharamkan yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
Artinya:
“Barang
siapa yang bermain dadu, maka seolah-olah dia mencelupkan tangannya ke dalam
daging babi dan darahnya.” (H.R Muslim, Ahmad, dan Abu Daud).[14]
Dan hadist
yang diriwayatkan oleh Abu Musa dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda:
Artinya:
“Barang
siapa bermain dadu, maka sungguh dia durhaka kepada Allah Rasul-Nya.” (Ahmad,
Abu Daud, Ibnu Majah dan Malik).[15]
Kedua
hadist di atas, kalau dilihat dari lahirnya bersifat umum, dalam artian berlaku
untuk semua orang yang bermain dadu, apakah dibarengi dengan judi ataupun
tidak.
Tetapi
Asy-Syaukani sebagaimana dikutip dalam buku Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam
karangan Nazar Bakry meriwayatkan, bahwa Ibnu Mughaffal dan al-Musayyab
membolehkan bermain dadu tanpa judi. Sedangkan kedua hadist di atas diperuntukkan buat orang yang bermain dadu
yang dibarengi dengan judi.[16]
B. Pendapat
Para Ulama Tentang Undian dan Lotere
Undian berhadiah sebenarnya
bukanlah suatu perkara baru di dunia ini. Hanya saja dari masa ke masa bentuk
dan tujuannya beraneka macam. Salah satu yang paling terkenal adalah ya nasib
atau lotere, yakni kegiatan pengumpulan uang dalam jumlah besar yang dilakukan
oleh pemerintah, yayasan atau organisasi dari ribuan atau bahkan jutaan orang.
Sebagian kecil dari uang terkumpul itu diberikan kembali kepada beberapa
penyumbang dengan mengundi kupon-kupon yang telah dibeli oleh para penyumbang
tersebut. Adapun sisanya dikuasai oleh penyelenggara dan digunakan untuk
kepentingan umum.
Di Indonesia praktek tersebut
pernah ada dengan berbagai nama, seperti Sumbangan Sosial Berhadiah (SSB),
Tapornas, Porkas, Damura dan sebagainya. Umumnya undian semacam itu digunakan dengan
dalih untuk memajukan bidang olah raga Indonesia seperti Tapornas, Porkas, dan
Danura. Pro dan kontra pun terjadi menanggapi permasalahan itu. Ada pihak yang
menghalalkan, namun ada pula yang mengharamkannya.
Hendi Suhendi yang mengutip
pendapat Ahmad Hasan mengatakan bahwa mengadakan lotere dan membeli lotere adalah
terlarang, sedangkan menerima dan meminta bagian dari uang lotere adalah perlu atau
mesti sebab kalau tidak diambil akan digunakan oleh umat lain untuk merusak
umat Islam atau paling tidak memundurkannya.[17]
Sedangkan menurut M. Fachruddin
Fuad berpendapat bahwa lotere tidak termasuk salah satu perbuatan judi (maisir)
yang diharamkan karena illat judi atau maisir tidak terdapat dalam lotere.
Kemudian dikatakan bahwa pembeli atau pemasang lotere apabila bermaksud dan
bertujuan hanya menolong dan mengharapkan hadiah, maka tidaklah terdapat dalam
perbuatan itu satu perjudian. Apabila seseorang bertujuan semata-mata ingin
memperoleh hadiah, menurut Muhammad Fachruddin perbuatan itu pun tidak termasuk
perjudian sebab pada perjudian kedua belah pihak berhadap-hadapan dan
masing-masing menghadapi kemenangan atau kekalahan. Pada bagian akhir tentang
lotere M. Fachruddin Fuad menjelaskan sbb:
1.
Mengeluarkan
lotere oleh suatu perkumpulan Islam yang berbakti adalah dibolehkan.
2.
Menjual
lotere yang dilakukan oleh perkumpulan Islam yang berbakti dibolehkan.
3.
Membeli
lotere di samping mendapatkan hadiah yang dibagi-bagikan oleh perkumpulan itu dibolehkan.
Itu semuanya dibolehkan tanpa adanya keharaman-keharaman, sekalipun maksud
pembeli lotere itu untuk mendapatkan hadiah semata-mata.[18]
Muktamar Majlis Tarjih
Muhammadiyah di Sidoarjo pada tanggal 27- 31 Juli 1969, seperti yang dikutip
Masyfuk Zuhdi, memutuskan antara lain bahwa Lotre Totalisator (Lotto), Nasional
Lotre (Nalo) dan sesamanya adalah termasuk perjudian, sehingga hukumnya haram.
Adapun penjelasan yang dikemukakan adalah sebagai berikut.
1.
Lotto
dan Nalo pada hakikat dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian dengan
unsur-unsur :
a.
Pihak
yang menerima hadiah sebagai pemenang dan,
b.
Pihak
yang tidak mendapat hadiah sebagai yang kalah.
2.
Oleh
karena Lotto dan Nalo adalah salah satu jenis taruhan dan perjudian, maka
berlaku nash sharih dalam QS. Al-Baqarah ayat 219 dan QS. Al-Maidah ayat 90– 91.
3.
Muktamar
mengakui bahwa hasil Lotto dan Nalo yang diambil oleh pihak penyelenggara
mengandung manfaat bagi masyarakat sepanjang bagian hasil itu benar-benar
dipergunakan bagi pembangunan.
4.
Bahwa
mudharat dan akibat jelek yang ditimbulkan oleh tersebarluasnya taruhan dan
perjudian dalam masyarakat jauh lebih besar daripada manfaat yang diperoleh
dari penggunaan hasilnya.[19]
C. Pendapat
Yusuf Qardhawi Tentang Undian dan Lotere
Dalam menyikapi permasalahan
undian berhadiah, Yusuf Qardhawi membagi bentuk-bentuk hadiah menjadi tiga
macam, yaitu: bentuk yang diperbolehkan syariat, bentuk yang diharamkan tanpa
adanya perselisihan dan bentuk yang masih diperselisihkan.
1.
Bentuk
yang Diperbolehkan Syariat
Bentuk hadiah yang diperbolehkan
dan diterima oleh syara’ adalah hadiah-hadiah yang disediakan untuk memotivasi
dan mengajak kepada peningkatan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan amal
shaleh. Misalnya, hadiah yang disediakan bagi pemenang dalam perlombaan
menghafal Al-Qur’an atau hadiah yang disiapkan bagi yang berprestasi dalam
studi. Bisa juga sumbangan dalam bidang keislaman, keilmuan, sastra atau
sejenisnya yang disediakan oleh pemerintah, yayasan dan individu. Semua itu
diperbolehkan asalkan berfungsi untuk memotivasi dalam persaingan yang diperbolehkan
syara’ dalam kebaikan.[20]
Dalam terjemahan hadits riwayat
Ahmad dari Ibnu Umar disebutkan bahwa, Nabi Muhammad SAW pernah melaksanakan
perlombaan balap kuda. Kemudian Nabi memberikan hadiah kepada para pemenangnya.
Nabi juga sering memberikan hadiah tertentu kepada para sahabat yang telah
berhasil melakukan pelayanan untuk Islam seperti yang diriwayatkan Bukhari dari
Urwah.[21] Dalam terjemahan hadits
lain yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a. kepada salah seorang pemenang
lomba.
Artinya: “Dari Anas bin Malik r.a, ketika ia
ditanya, ”Pernahkan kamu mengadakan lomba di masa Rasulullah dengan menyediakan
hadiah/tanggungan?” Jawab Annas : ”Ya benar, Rasulullah SAW menyediakan kuda
balapnya untuk hadiah, dan ketika ada salah seorang yang menang, maka beliau
tersenyum merasa senang dan keheran-heranan.” (HR. Ahmad).[22]
Bentuk hadiah seperti ini adalah
disediakan kepada orang-orang yang memenuhi syarat tertentu. Apabila ada orang
yang telah memenuhi syarat sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh sebuah
panitia khusus, maka ia berhak mendapatkan hadiah tersebut. Hadiah seperti ini
diperbolehkan dan tidak ada perdebatan mengenai hukumnya.[23]
2.
Bentuk
yang Diharamkan Tanpa Adanya Perselisihan
Bentuk yang tidak diragukan
keharamannya adalah jika orang yang membeli kupon dengan harga tertentu, banyak
atau sedikit, tanpa ada gantinya melainkan hanya untuk ikut serta dalam
memperoleh hadiah yang disediakan berupa mobil, emas, atau lainnya. Bahkan, hal
seperti ini termasuk larangan serius (bagi yang melakukannya dianggap telah
melakukan dosa besar). Karena termasuk perbuatan judi yang dirangkaikan dengan
khamar seperti disebut dalam QS Al-Baqarah ayat 219 dan QS Al-Maa’idah ayat 90.[24]
Para ulama’ berkata, ”Perumpamaan
orang yang memperoleh harta dari jalan haram, lalu menyedekahkannya ke jalan
Allah bagaikan orang yang membersihkan najis dengan air kencing, maka hanya
akan menambahnya lebih kotor.”
Dalam kitab ”Al-Halaal wal Haraam
fil Islam” Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa orang-orang yang memperbolehkan
untuk maksud ”tujuan kemanusiaan” tak ubahnya dengan orang-orang yang
mengumpulkan dana untuk tujuan kemanusiaan dengan jalan mengadakan tarian haram
dan seni haram. Untuk itu kepada mereka yang berbuat demikian menganggap bahwa
seolah-olah masyarakat Islam telah kehilangan jiwa sosial perasaan kasih
sayang, dan nilai-nilai kebijakan. Sedangkan Allah itu Maha baik, sabagaimana terjemahan
hadist Nabi Saw.
“Sesungguhnya Allah itu baik, Ia (Allah) tidak
mau menerima, kecuali yang baik.” (Riwayat Muslim dan Turmidzi)[25]
3.
Bentuk
yang masih diperselisihkan
Bentuk undian yang masih
diperselisihkan hukumnya adalah berupa kupon yang diberikan kepada seseorang
sebagai ganti dari pembelian barang dari sebuah toko atau karena membeli bensin
di sebuah pom bensin. Juga karena mengikuti pertandingan bola dengan membayar
tiket masuk disertai dengan pemberian kupon.[26]
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, undian diartikan dengan sesuatu yang diundi (lotre). Sedangkan dalam
Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa lotre itu berasal dari Bahasa Belanda
“loterij” yang artinya undian berhadiah, nasib, peruntungan. Dalam Bahasa
Inggris juga terdapat kata “lottery” yang berarti undian.
M. Fachruddin Fuad berpendapat
bahwa lotere tidak termasuk salah satu perbuatan judi (maisir) yang diharamkan
karena illat judi atau maisir tidak terdapat dalam lotere.
Muktamar Majlis Tarjih
Muhammadiyah di Sidoarjo pada tanggal 27- 31 Juli 1969, seperti yang dikutip
Masyfuk Zuhdi, memutuskan antara lain bahwa Lotre Totalisator (Lotto), Nasional
Lotere (Nalo) dan sesamanya adalah termasuk perjudian, sehingga hukumnya haram.
“Sesungguhnya Allah itu baik, Ia (Allah) tidak mau menerima, kecuali yang
baik.” (Riwayat Muslim dan Turmidzi).
B. Saran
Jauhkanlah segala perbuatan yang
membuat diri sendiri terjerumus dalam perbuatan maksiat, dan bertakwalah kepada
Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Azis Dahlan, 1996. Ensiklopedi Hukum
Islam, Cet. ke-1, 1996, Jilid 6. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Abi
Husain Muslim bin Al-Hajjaj Ibn Muslim Al-Qusyairiy, tt. Al-Jami’ Al-Shahih. Juz. 1. Beirut: Daarul Fikr.
Al-Quran
dan terjemahnya, 1998. (Ayat Pojok
Bergaris), Semarang: CV Asy-Syifa’.
Mustofa
Dibul Bigha, 1988. At-Tadzhib fii Adillah
Matan Al-Ghaayah wa At-Taqriib, Terj. Moh. Rifa’i dan Baghawi Mas’udi “Fiqh Menurut Mazhab Syafi’i”, Semarang:
Cahaya Indah.
Moh.
Fachruddin Fuad, 1982. Riba dalam Bank
Koperasi Perseroan dan Asuransi, Bandung: PT al-Ma’arif.
Nazar
Bakry, 1994. Problematika Pelaksanaan
Fiqh Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suhendi
Hendi, 2010. Fiqh Muamalah, Cet.
ke-6. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Saifudin
Shidik, 2004. Hukum Islam Tentang
Berbagai Persoalan Kontemporer, Cet. ke-1. Jakarta: PT. Intimedia Cipta
Nusantara.
Yusuf
Al-Qardhawi, 2000. Al-Halaal wal Haraam
fil Islaam, Terj. Mu’ammal Hamidy, “Halal
Dan Haram Dalam Islam”, Surabaya: Bina Ilmu.
Yusuf
Al-Qardhawi, 2001. Hadyul Islam Fatawi
Mu’ashirah, Jilid 3, Cet. ke-1. Terj. Abdul Hayyie Al-Kattani, dkk. “Fatwa-fatwa Kontemporer”, Jakarta: Gema
Insani Press.
Zuhdi
Masyfuk, 1990. Masail Fiqhiyah; Kapita
Selekta Hukum Islam, Cet. ke-1, Jakarta : CV Haji Masagung.
[1] Saifudin
Shidik, Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer, Jakarta : PT. Intimedia
Cipta Nusantara, Cet. ke-1, 2004, hlm. 379.
[2] Abdul
Azis Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, Cet.
ke-1, 1996, Jilid 6, hlm. 1869.
[6] Pada
zaman jahiliah orang-orang Arab menggunakan anak panah yang belum pakai bulu
(lot) untuk menentukan suatu perbuatan, caranya ialah: mereka ambil tiga buah
anak panah yang belum pakai bulu. setelah itu masing-masing ditulis dengan:
“lakukan”, jangan lakukan”, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa,
diletakkan dalam sebuah tempat yang disimpan dalam ka’bah. Bila meraka hendak
melakukan sesuatu perbuatan maka mereka meminta juru kunci untuk mengambil
sebuah anak panah itu. Terserah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak
melakukan tergantung apa yang diambil dari anak panah yang diambil itu. Kalau
yang diambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulangi sekali
lagi. Lihat Al Qur’an dan terjemahnya (Ayat Pojok Bergaris), Semarang: CV Asy-Syifa’,
1998, hlm.512.
[10]
Ibid.
[11] Abi Husain Muslim bin
Al-Hajjaj Ibn Muslim Al-Qusyairiy, Al-Jami’ Al-Shahih. Juz. 1 (Beirut: Daarul
Fikr, tt), 405.
[12] M. Yusuf Qardawi, Halal Haram Dalam Islam. Alih Bahasa
Mu’ammad Hamidy (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), 421.
[13] Nazar Bakry.
Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994),
71.
[14] Abi Husain Muslim bin
Al-Hajjaj Ibn Muslim Al-Qusyairiy, Op. Cit., 406.
[15] Adib Bisri Musthofa
dkk. Tarjamah Muwaththa’ Al-Imam Malik R.A. Terjemahan “Muwaththa’ Al-Imam
Malik R.A.” Juz. II (Semarang: CV Asy-Syifa’, 1992), 773.
[16] Nazar Bakry, Op.
Cit., 71.
[17]
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. ke-6, 2010,
hlm. 321-322.
[18] Fuad
Moh. Fachruddin, Riba dalam Bank Koperasi Perseroan dan Asuransi, Bandung PT
al-Ma’arif 1982. Aibak, hlm.40-43.
[19] Masyfuk
Zuhdi, Masail Fiqhiyah; Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta : CV Haji Masagung,
Cet. ke-1, 1990, hlm. 138-139.
[20] Yusuf
Qardhawi, Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah, Jilid 3 , Terj. Abdul Hayyie
Al-Kattani, dkk. “Fatwa-fatwa Kontemporer”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet.
ke-1, 2001, hlm.499.
[22] Mustofa Dibul Bigha ,
At-Tadzhib fii Adillah Matan Al-Ghaayah wa At-Taqriib, Terj. Moh. Rifa’i dan
Baghawi Mas’udi “Fiqh Menurut Mazhab Syafi’i”, Semarang : Cahaya Indah, 1988,
hlm. 377.
[23] Yusuf Qardhawi, op.
cit., hlm. 500.
[24] Ibid.
[25] Yusuf
Al-Qardhawi, Al-Halaal wal Haraam fil Islaam, Terj. Mu’ammal Hamidy, “Halal Dan
Haram Dalam Islam”, Surabaya : Bina Ilmu, 2000, hlm.424.
[26] Yusuf
Al-Qardhawi, Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah, Jilid 3, Terj. Abdul Hayyie Al-Kattani
“Fatwa-fatwa Kontemporer ”, Ioc. cit.
Pokervita - Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker Texas
BalasHapusAgen Judi Online Terpercaya dan Terbaik di Indonesia
Menyediakan berbagai jenis permainan Judi Kartu Online Uang Asli Terlengkap
1 ID untuk 8 Game Permainan yang disediakan oleh Situs Pokervita
Agen Domino99
Agen AduQ
Agen Poker Pulsa
Situs Capsa Susun
BandarQ Terpercaya
Agen Bandar66
Bandar Poker Online
Bandar Sakong
-> Bonus Cashback 0.5% (dibagikan setiap Minggunya)
-> Bonus Refferal 20%
-> Customer Service 24 Jam Nonstop
-> Support Deposit Pulsa, OVO & GoJek
Whatsapp Agen Judi Pulsa PokerV
Livechat PKV Deposit Pulsa
Hubungi Kami
http://167.71.214.170/
Livechat Pokervita
Whatsapp Pokervita