Beranda

Sabtu, 21 Oktober 2017

PERINGATAN HARI SANTRI NASIONAL | Makna Santri

       22 Oktober biasa diperingati dengan Hari Santri Nasional, dimana pada hari itu merupakan wujud peringatan revolusi jihad para santri dan ulama. Pada masa sekarang ini berbagai kalangan berlomba-lomba menyemarakkan peringatan tersebut mulai dari para ulama, santri dan pelajar pada umumnya.
       Berbicara mengenai santri, terdapat beberapa perbedaan dalam mengartikannya. Menurut Kyai Mashudi (Cirebon) santri ini berarti pelajar yang duduk. Santri sudah pasti pelajar, tapi pelajar belum tentu santri. Lebih jelasnya makna santri tersirat dalam huruf-hurufnya yaitu س,  ن , ت, ر,ي 
(س) Satirul 'an uyubinnas yang berarti santri itu penghalang/penutup cacatnya orang.
(ن) Naibul ulama "pengganti ulama", jadi para santri itu penerus para ulama. Ketika para ulama telah meninggal dunia maka santrilah yang harus estafet dakwanya.
(ت) Taubatan minadzunub "taubat dari beberapa dosa" 
(ر) Ridho bima qosamallah "ridho atas apa yang Allah bagi" santri itu orang yang yang menerima segala yang Allah rezekikan kepadanya.
(ي) Yaqinun bil iman "orang-orang yang yakin atas segala hal dengan iman" karena segala sesuatu yang diyakin dengan iman itu akan mustajab.
Jadi santri itu orang yang belajar dan menjalankan perintah Allah dengan iman yang nantinya meneruskan estafet dakwah para ulama. Tetapi orang nyantri tidak boleh berharap jadi kyai, belajrlah dengan tujuan menghilangkan kebodohan dan menambah pengetahuan. (21/10)

Rabu, 08 Februari 2017

PAI-B BACK TO NATURE "IPUKAN"

Haii... apa kabar readers ? maaf ya baru bisa nulis lagi setelah sekian lama, soalnya lagi sibuk UAS tapi alhamdulillah akhirnya sekarang bisa update juga hehe.
Pada tulisan aku yang kali ini cuma bakalan sharing pengalaman pribadi aja yaah, eh tepatnya pengalaman kita (temen sekelas) gitu deh.

Jadi ceritanya aku sama temen-temen sekelas tuh selalu bikin acara liburan bareng tiap akhir semester, yaah itung-itung refreshing sekalian upgrading gitulah. Naah pada liburan kita kali ini jatuh pada pilihan buat ngecamp di Buper Ipukan Kuningan, niatnya mah ngecamp di Dieng tapi apalah daya belum ada kesempatan lagian kan dimanapun tempatnya yang terpenting maknanya tersampaikan loh yaa, yaa walaupun yang ikut belum seluruhnya soalnya udah terlanjur pada pulkam, tapi tak apalah  okee langsung aja aku bakalan ceritain pengalaman kita yang kita kasih tema “Back To Nature” cekkidoot ..!!

Kita berangkat dari kampus hijau (IAIN Syekh Nurjati) Cirebon pukul 14.00 WIB dengan menggunakan sepeda motor dan sebagian lagi menggunakan mobil. Perjalanan yang kita lalui banyak cerita ada yang nyasar lah apalah tapi alhamdulillah masih aman, jalur menuju lokasi ini terilang mudah dan jalanan juga sudah cukup bagus hanya sedikit jalanan yang masih berbatu mulai dari pos pendakian Gunung Ciremai sampai ke gerbang masuk Buper Ipukan, setelah sekitar 2 jam perjalanan sampai juga di tempat tujuan tepatnya di Buper Ipukan Desa Cisantana yang termasuk dalam Taman Nasional Gunung Ciremai sekitar pukul 16.00 WIB.

Registrasi masuk lokasi ini cukup murah dengan 15.000/orang, dengan registrasi segitu kita udah dapat menikmati panorama alam yang disuguhkan didalamnya terdapat dua curug, yaitu Curug Cisurian dan Curug Payung, disini juga sudah dilengkapi dengan musholah, toilet umum dan warung. Setelah registrasi kita melakukan shalat Ashar berjamah. Kemudian langsung mencari tempat untuk mendirikan tenda, kita memilih tempat di dataran paling atas karena disinilah posisi yang paling cocok dengan view di bawahnya pemandangan kota Kuningan, dan juga view yang tepat untuk melihat sunrise dengan pemandangan didepan Gunung Slamet dan di sampingnya Gunung Ciremai selain otu juga posisi ini juga terbilang enak karena sudah terdapat mata air dibawahnya jadi gak perlu repot2 turun terlalu jauh untuk keperluan mencari air dan yang lainnya.

Acara yang kita lakukan di sana diantaranya shalat berjamaah (itu udaah pasti yaa) masak-masak, makan, bakar jagung, nyanyi-nyanyi pokoknya kita lakuin bareng-bareng semua laah, pada malam harina kita tutup dengan acara semacam sarahsehan gitulah sharing-sharing, yang aparat kelas ya sekalian laporan tugasnya dan yang lainnya sharing macem-macem mulai dari yang sedih, seneng tapi semuanya diharapkan membawa kita ke arah yang lebih baik, setelah itu kita langung istirahat di tenda masing-masing tapi buat cowok-cowok mah pastinya lebih milih begadang dengan secangkir kopi yaa. Suasana pada malam hari disana cukup mencekam yaa (hehe maklum lah di alam) ditambah anginnya yang cukup kencang (tendanya hampir terbang hahaa) yang pastinya membuat suhu jadi dingin banget (disaranin bawa baju hangat/jaket) ga lucu kan kalo udah disana malah sakit karena kedinginan.

Setelah melewati suasana yang mencekam dan dingin yang ga ada ampun, dipagi harinya saat kita membuka tenda kita langsung disambut dengan pemandangan yang sungguh indah dengan mentari yang malu-malu nampakin diri di balik Gunung Slamet dengan di kelilingi awan putih (udaah berasa diatas awaaan meen..) dan lagi lagi alam masih memberikan panoramanya saat kita melihat kesamping kita disugihin dengan Gunung Ciremah yang menjulang tinggi (nikmat Tuhan-Mu yang mana lagi yang kau dustakan ?) pokoknya ga henti henti bakalah tersenyum melihat persembahan yang begitu indah ini. Jangan lupa diabadikan yaa (siapin kamera yang bagus dan yang pasti ada baterainya yaa, jangan kaya aku hp nya udah tewas dulu hiiks hiiks :’( ) jadi yaah ga bnyak ngabadiin foto deh.


Pada siang harinya sekitar jam 9.30 WIB kita udah beresin barang-barang dan peralatan karena tenda bakalan ditinggalin dan kita turun untuk satu lagi menikmati suguhan dari Buper ini yaitu mandi di curug cisurian (niatnya mah mau ke curug payung juga tapi waktunya gak cukup) alhasil yaa Cuma ke cisurian ajaa, tapi tunggu dulu rasa kecewa itu terbayar sudah dengan pemandangan dari si cisurian ini selain airnya yang cukup deras dan jernih dengan ketinggian yang lumayan tinggi ternyata terdapat pelangi yang sudi menemani akhir perjalanan kita kali ini meen.. (udah kaya bidadari hehe mandi di bawah pelangi) buat yang ga kuat dingin jangan terlalu lama main airnya yaah, aiirnya dingin bangeet. Setelah puas main air dan pastinya foto-foto kita naik untuk bersih-bersih dan membereskan tenda dan yang lainnya kita bersiap untuk pulang. Seblum pulang jangan lupa berterimakasih pada alam dengan cara membersihkan sampah-sampah bekas kita (Pemandanganya dinikmati Alamnya jangan dikotori). Sebelum kita benar-benar meninggalkan Buper Ipukan ini kita foto bareng dengan latar belakang Gunung Ciremai loh.


Sayoo Naraa ...
jangan lupa like & komen!!

Senin, 05 Desember 2016

BERITA ACARA SEMINAR ENTREPRENEUR


       Seminar Entrepreneur yang di selenggarakan oleh HMJ PAI IAIN SYEKH NURJATI mengangkat tema "Membangun Entrepreneur Muda yang Berkarakter Islam" dilaksanakan pada hari selasa, 6 Desember 2016 yang bertempat di gedung Pasca Sarjana lt. 3 IAIN SYEKH NURJATI CIREBON yang dihadiri oleh Dosen-dosen jurusan PA IAIN snj dan 160 Peserta dari mahasiswa IAIN dan kampus sekitarnya.
        Acara di mulai pada pukul 08.00 wib dengan Opening Ceremony oleh MC saudara Susep & Liza Ayu, dilanjutkan dengan pembacaan kalam illahi oleh saudara Jajang Nurjaman. Selanjutkan sambutan ketua panitia yang disampaikan oleh saudara Widya Yulianingsing. Sambutan ketua HMJ yang disampaikan oleh saudara Lukman Harun dan dilanjutkan sambutan dari Bpk. Suteja selaku ketua jurusan dan dilanjutkan dengan lantunan shalawat yang dibawakan oleh grup hadroh HMJ PAI lalu ditutup dengan Doa.
        Acara selanjutnya pemaparan oleh materi pertama yang disampaikan oleh Bpk. H. Dede Muharom, Lc tentang menjadi pengusaha muda yang membantu kegiatan keislamian. Dilanjutkan dengan pemaparan materi yang kedua yang disampaikan oleh Sally Geovany terkait dengan kreativitas dan inovasi dalam berbisnis. Selanjutnya masuk ke acara season tanya jawab peserta seminar dengan pemateri yang di moderatori oleh saudara Didi Supardi, S.Pd.ditutup dengan pemberian cinderamata dari panitia ke pemateri.
       Acara dilanjutkan pada pukul 13.00 setelah ishoma, dengan pemaparan materi yang di sampaikan oleh Bpk. Jaja Sujana dari DISNAKERTRANS kota Cirebon dan dilanjut sesi tanya jawab. ditutup dengan pengumuman pemenang lomba foto seminar terbaik yang dipilih dari foto yang masuk ke instagram @hmjpaiiaincirebon sekaligus pemberian cinderamata.
         Acara ditutup oleh mc sekaligus dengan pembagian sertifikat yang ditandatangani langsunhmg oleh para pemateri.

Kamis, 01 Desember 2016

Masail Fiqhiyyah Undian dan Lotre




MAKALAH
UNDIAN DAN LOTERE

Diajukan sebagai Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Masail Fiqh
Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) B Semester V
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Dosen Pengampu  : Drs. H. Abdul Ghofar, MA


 
Disusun oleh kelompok 10:
1.      Didi Mustahdi               (1414112067)
2.      Ita Maryana                  (1414112082)
3.      Nuqthotul Haibah        (1414111043)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2016

                                                                            BAB I
                                                                  PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia ini pasti selalu diliputi dengan berbagai masalah, sebagai contoh dari masalah yang harus segera ditetapkan ketentuan hukumnya adalah mengenai undian dan lotere. Sejauh ini, di negara kita undian dan lotere telah berkembang pesat bahkan telah menjadi bagian dari praktek bisnis segelintir kalangan. Bahkan terkadang tidak jarang banyak orang yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan dari mengikuti undian dan lotere. Yang menjadi permasalahannya sekarang adalah bagaimana hukum dari undian dan lotere tersebut? Apakah undian dan lotere termasuk ke dalam kategori perjudian?
Bertolak dari dua masalah di atas, kiranya sangat layak jika undian dan lotere masuk dalam kategori penyakit sosial yang harus segera dicarikan ketetapan hukumnya agar masyarakat dapat menentukan sikap dalam memilih cara berikhtiar dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Tinjauan Umum Mengenai Undian dan Lotere?
2.      Bagaimana Pendapat Para Ulama Tentang Undian dan Lotere?
3.      Bagaimana Pendapat Yusuf Qardhawi Tentang Undian dan Lotere?

C.    Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui dan memahami Tinjauan Umum Mengenai Undian dan Lotere,
2.      Untuk mengetahui dan memahami Pendapat Para Ulama Tentang Undian dan Lotere,
3.      Untuk mengetahui dan memahami Pendapat Yusuf Qardhawi Tentang Undian dan Lotere.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tinjauan Umum Mengenai Undian dan Lotere
1.      Pengertian Undian dan Lotere
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, undian diartikan dengan sesuatu yang diundi (lotre). Sedangkan dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa lotre itu berasal dari Bahasa Belanda “loterij” yang artinya undian berhadiah, nasib, peruntungan. Dalam Bahasa Inggris juga terdapat kata “lottery” yang berarti undian.[1]
Sementara itu, dalam Ensiklopedi Hukum Islam dijelaskan bahwa undian (qur’ah) merupakan upaya memilih sebagian pilihan (alternatif) dari keseluruhan pilihan yang tersedia dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap pilihan yang tersedia itu memiliki kemungkinan (probabilitas) yang sama besarnya untuk terpilih. Undian merupakan upaya paling mampu menjauhkan unsur keberpihakan dalam memilih dan dapat dilakukan untuk maksud-maksud yang jauh sama sekali dari perjudian.[2]
Mengacu pada pengertian di atas, kata undian itu sinonim dengan pengertian lotere, di mana dalam lotere ada unsur spekulatif (untung-untungan mengadu nasib). Namun, di masyarakat kata undian dan lotere pengertiannya dibedakan, sehingga hukumnya pun berbeda. Kalau dalam undian tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Oleh karena itu undian hukumnya boleh, seperti undian kuis berhadiah sebuah produk di televisi. Sedangkan dalam lotere ada pihak yang dirugikan. Oleh karena itu hukumnya haram.[3] 

2.      Jenis-jenis Undian dan Lotere
Ditinjau dari sudut manfaat dan mudaratnya, ulama mazhab (Mazhab Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’i) membagi undian atas dua bagian, yaitu undian yang mengandung unsur mudharat atau kerusakan dan undian yang tidak mengandung mudharat dan tidak mengakibatkan kerugian.[4]
Adapun undian yang mengandung unsur mudharat atau kerusakan terdiri dari dua jenis undian yaitu:
a.       Undian yang menimbulkan kerugian finansial pihak-pihak yang diundi. Dengan kata lain antara pihak-pihak yang diundi terdapat unsur-unsur untung-rugi, yakni jika di satu pihak ada yang mendapat keuntungan, maka di pihak lain ada yang merugi dan bahkan menderita kerusakan mental. Biasanya, keuntungan yang diraihnya jauh lebih kecil daripada kerugian yang ditimbulkannya. Undian yang terdapat unsur-unsur ini dalam Al-Qur’an disebut al-maisir (QS Al-Baqarah: 219).[5]
b.      Undian yang hanya menimbulkan kerugian atau kerusakan bagi dirinya sendiri, yaitu berupa kerusakan mental. Manusia menggantungkan nasib, rencana, pilihan dan aktivitasnya kepada para “pengundi nasib” atau “peramal”, sehingga akal pikirannya menjadi labil, kurang percaya diri dan berpikir tidak realistik. Undian semacam ini dalam Al-Qur’an disebut dengan al-azlam (QS Al-Ma’idah: 90).[6]
Sedangkan undian yang tidak mengandung atau menimbulkan mudarat dan tidak mengakibatkan kerugian, baik bagi pihak-pihak yang diundi maupun bagi pihak pengundi sendiri para pelakunya hanya mendapatkan keuntungan di satu pihak dan pihak lain tidak mendapat apa-apa, akan tetapi tidak menderita kerugian. Yang termasuk dalam kategori ini ialah segala macam undian berhadiah dari perusahaan-perusahaan dengan motif promosi atas barang produksinya, undian untuk mendapatkan peluang tertentu (karena terbatasnya peluang tersebut) seperti undian untuk berangkat menunaikan ibadah haji dengan cuma-cuma dan undian untuk menentukan giliran tertentu, seperti dalam arisan. Termasuk juga dalam kategori ini bentuk undian dalam kategori prioritas urutan dalam perlombaan, baik olahraga maupun kesenian.[7]
3.      Dasar Hukum Tentang Undian dan Lotere
a.       Al-Quran
Dalil syara’ yang menyebutkan tentang undian, dalam pengertian judi, terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 219:[8]
* y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ̍ôJyø9$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur ( ö@è% !$yJÎgŠÏù ÖNøOÎ) ׎Î7Ÿ2 ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çŽt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R 3 štRqè=t«ó¡our #sŒ$tB tbqà)ÏÿZムÈ@è% uqøÿyèø9$# 3 šÏ9ºxx. ßûÎiüt7ムª!$# ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# öNà6¯=yès9 tbr㍩3xÿtFs? ÇËÊÒÈ  
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS. Al-Baqarah ayat 219)

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ma’idah ayat 90-91:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ   $yJ¯RÎ) ߃̍ムß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qムãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur Îû ̍÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtƒur `tã ̍ø.ÏŒ «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ  
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Ma’idah ayat 90-91)

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 3:
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosŒqè%öqyJø9$#ur èptƒÏjŠuŽtIßJø9$#ur èpysÏܨZ9$#ur !$tBur Ÿ@x.r& ßìç7¡¡9$# žwÎ) $tB ÷LäêøŠ©.sŒ $tBur yxÎ/èŒ n?tã É=ÝÁZ9$# br&ur (#qßJÅ¡ø)tFó¡s? ÉO»s9øF{$$Î/ 4 öNä3Ï9ºsŒ î,ó¡Ïù 3 tPöquø9$# }§Í³tƒ tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB öNä3ÏZƒÏŠ Ÿxsù öNèdöqt±øƒrB Èböqt±÷z$#ur 4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ 4 Ç`yJsù §äÜôÊ$# Îû >p|ÁuKøƒxC uŽöxî 7#ÏR$yftGãB 5OøO\b}   ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÈ  
Artinya:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah ayat 3)
Dalam hal ini, yang menjadi perhatian berdasarkan ayat-ayat di atas ialah kerusakan yang ditimbulkannya. Judi diharamkan karena mengandung kerusakan yang besar, meskipun ada sedikit manfaatnya. Sedangkan yang menjadi sumber awal kerusakannya ialah angan-angan pada keuntungan besar, padahal yang diperoleh hanya kerugian dan kehancuran. Di sini berlaku suatu kaidah yang memandang perlu menghambat terjadinya kerusakan (sadd azzari’ah) yaitu : dar ‘al-mafaasid muqaddam ‘alaa jalb al-mashaalih) (menghindari kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemaslahatan). Kerusakan yang akan ditimbulkannya harus dihambat atau ditutup, sehingga tidak akan timbul kerusakan-kerusakan lainnya yang jauh lebih besar.[9]
b.      Al-Hadist dan UU
Untuk undian yang tidak mengandung kerusakan sama sekali atau bahkan mengandung kerusakan sama sekali atau bahkan mengandung manfaat, seperti undian dalam arisan, kuis berhadiah atau undian berhadiah sebagai promosi dari perusahaan-perusahaan, Islam membolehkannya. Ini sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW sendiri, menurut sebuah hadits yang disepakati Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah binti Abu Bakar, yang artinya :
“Apabila hendak bepergian, Rasulullah mengundi istri-istrinya untuk menentukan siapa yang lebih berhak ikut bersamanya.” Segala bentuk undian ini, khususnya di Indonesia, oleh masyarakat dinilai positif, maka dalam hal ini berlaku kaidah ‘urf (tradisi masyarakat), yaitu al-‘aadah muhakkamah (tradisi masyarakat dapat dijadikan dasar hukum) sepanjang tidak bertentangan dengan dalil syara’.[10]
Pemerintah RI telah mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan undian dan penertiban perjudian, antara lain:
a.       UU Nomor 38 Tahun 1947 tentang Undian Uang Negara,
b.      UU Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian, dan,
c.       UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian.
Sebagian besar ulama di Indonesia mengharamkan segala macam taruhan dan perjudian, seperti Nasional Lotere (NALO) dan Lotere Totalisator (Lotto). Pada tahun 60-an masyarakat pernah dilanda oleh lotere, terutama lotere buntut, yang akhirnya dilarang oleh presiden Sukarno dengan Keppres No. 133 Tahun 1965, karena lotere buntut dianggap dapat merusak moral bangsa dan digolongkan sebagai subversi.
Selain beberapa pendapat di atas, Majelis Ulama Indonesia Daerah dan beberapa pemerintah daerah menyampaikan keberatan, kritik dan keprihatinannya terhadap akibat-akibat negatif yang timbul karena Porkas. Dan yang lebih memprihatinkan, ialah bahwa penggemar Porkas itu umumnya lapisan masyarakat berpenghasilan rendah. Bahkan telah banyak menyeret kalangan anak muda dan pelajar.
Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dan Tarmizi, dikatakan Nabi SAW pernah bersabda:


Artinya:
“Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak mau menerima kecuali yang baik.” (H.R Muslim)[11]
Mereka yang berbuat demikian menganggap seolah-olah masyarakat Islam telah kehilangan jiwa sosial, perasaan kasih sayang, dan nilai-nilai kebajikan. Sehingga tidak ada jalan lain untuk mengumpulkan dana, kecuali dengan berjudi dan permainan haram. Islam tidak yakin, bahwa umatnya akan bersikap demikian. Bahkan lebih yakin akan segi sosialnya terhadap orang lain. Oleh karena itu, Islam tidak memakai melainkan cara yang suci untuk tujuan yang suci. Jalan yang suci itu berupa ajakan untuk berbuat kebajikan, membangkitkan nilai kemanusiaan dan beriman kepada Allah SWT dan hari akhir.[12]
Imam al-Ghazali sebagaimana yang dikutip di dalam buku Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam karangan Nazar Bakry, menjelaskan seluruh permainan yang di dalamnya terdapat unsur perjudian, maka permainan itu hukumnya haram. Al-Quran telah jelas menegaskan bahwa judi (maisir) itu adalah dosa besar dan termasuk pekerjaan setan.
Permainan dadu atau lentrek yang apabila dibarengi dengan perjudian maka hukumnya adalah haram. Hal itu disepakati oleh para ulama. Namun ada sebagian ulama yang mengatakan makruh apabila permainan itu tidak dibarengi oleh perjudian.[13]
Alasan yang dipakai oleh yang mengharamkan yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Rasulullah SAW bersabda:



Artinya:
“Barang siapa yang bermain dadu, maka seolah-olah dia mencelupkan tangannya ke dalam daging babi dan darahnya.” (H.R Muslim, Ahmad, dan Abu Daud).[14]
Dan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Musa dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda:



Artinya:
“Barang siapa bermain dadu, maka sungguh dia durhaka kepada Allah Rasul-Nya.” (Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Malik).[15]
Kedua hadist di atas, kalau dilihat dari lahirnya bersifat umum, dalam artian berlaku untuk semua orang yang bermain dadu, apakah dibarengi dengan judi ataupun tidak.
Tetapi Asy-Syaukani sebagaimana dikutip dalam buku Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam karangan Nazar Bakry meriwayatkan, bahwa Ibnu Mughaffal dan al-Musayyab membolehkan bermain dadu tanpa judi. Sedangkan kedua hadist di atas  diperuntukkan buat orang yang bermain dadu yang dibarengi dengan judi.[16]

B.     Pendapat Para Ulama Tentang Undian dan Lotere
Undian berhadiah sebenarnya bukanlah suatu perkara baru di dunia ini. Hanya saja dari masa ke masa bentuk dan tujuannya beraneka macam. Salah satu yang paling terkenal adalah ya nasib atau lotere, yakni kegiatan pengumpulan uang dalam jumlah besar yang dilakukan oleh pemerintah, yayasan atau organisasi dari ribuan atau bahkan jutaan orang. Sebagian kecil dari uang terkumpul itu diberikan kembali kepada beberapa penyumbang dengan mengundi kupon-kupon yang telah dibeli oleh para penyumbang tersebut. Adapun sisanya dikuasai oleh penyelenggara dan digunakan untuk kepentingan umum.
Di Indonesia praktek tersebut pernah ada dengan berbagai nama, seperti Sumbangan Sosial Berhadiah (SSB), Tapornas, Porkas, Damura dan sebagainya. Umumnya undian semacam itu digunakan dengan dalih untuk memajukan bidang olah raga Indonesia seperti Tapornas, Porkas, dan Danura. Pro dan kontra pun terjadi menanggapi permasalahan itu. Ada pihak yang menghalalkan, namun ada pula yang mengharamkannya.
Hendi Suhendi yang mengutip pendapat Ahmad Hasan mengatakan bahwa mengadakan lotere dan membeli lotere adalah terlarang, sedangkan menerima dan meminta bagian dari uang lotere adalah perlu atau mesti sebab kalau tidak diambil akan digunakan oleh umat lain untuk merusak umat Islam atau paling tidak memundurkannya.[17]
Sedangkan menurut M. Fachruddin Fuad berpendapat bahwa lotere tidak termasuk salah satu perbuatan judi (maisir) yang diharamkan karena illat judi atau maisir tidak terdapat dalam lotere. Kemudian dikatakan bahwa pembeli atau pemasang lotere apabila bermaksud dan bertujuan hanya menolong dan mengharapkan hadiah, maka tidaklah terdapat dalam perbuatan itu satu perjudian. Apabila seseorang bertujuan semata-mata ingin memperoleh hadiah, menurut Muhammad Fachruddin perbuatan itu pun tidak termasuk perjudian sebab pada perjudian kedua belah pihak berhadap-hadapan dan masing-masing menghadapi kemenangan atau kekalahan. Pada bagian akhir tentang lotere M. Fachruddin Fuad menjelaskan sbb:
1.      Mengeluarkan lotere oleh suatu perkumpulan Islam yang berbakti adalah dibolehkan.
2.      Menjual lotere yang dilakukan oleh perkumpulan Islam yang berbakti dibolehkan.
3.      Membeli lotere di samping mendapatkan hadiah yang dibagi-bagikan oleh perkumpulan itu dibolehkan. Itu semuanya dibolehkan tanpa adanya keharaman-keharaman, sekalipun maksud pembeli lotere itu untuk mendapatkan hadiah semata-mata.[18]
Muktamar Majlis Tarjih Muhammadiyah di Sidoarjo pada tanggal 27- 31 Juli 1969, seperti yang dikutip Masyfuk Zuhdi, memutuskan antara lain bahwa Lotre Totalisator (Lotto), Nasional Lotre (Nalo) dan sesamanya adalah termasuk perjudian, sehingga hukumnya haram. Adapun penjelasan yang dikemukakan adalah sebagai berikut.
1.      Lotto dan Nalo pada hakikat dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian dengan unsur-unsur :
a.       Pihak yang menerima hadiah sebagai pemenang dan,
b.      Pihak yang tidak mendapat hadiah sebagai yang kalah.
2.      Oleh karena Lotto dan Nalo adalah salah satu jenis taruhan dan perjudian, maka berlaku nash sharih dalam QS. Al-Baqarah ayat 219 dan QS. Al-Maidah ayat 90– 91.
3.      Muktamar mengakui bahwa hasil Lotto dan Nalo yang diambil oleh pihak penyelenggara mengandung manfaat bagi masyarakat sepanjang bagian hasil itu benar-benar dipergunakan bagi pembangunan.
4.      Bahwa mudharat dan akibat jelek yang ditimbulkan oleh tersebarluasnya taruhan dan perjudian dalam masyarakat jauh lebih besar daripada manfaat yang diperoleh dari penggunaan hasilnya.[19]

C.    Pendapat Yusuf Qardhawi Tentang Undian dan Lotere
Dalam menyikapi permasalahan undian berhadiah, Yusuf Qardhawi membagi bentuk-bentuk hadiah menjadi tiga macam, yaitu: bentuk yang diperbolehkan syariat, bentuk yang diharamkan tanpa adanya perselisihan dan bentuk yang masih diperselisihkan.
1.      Bentuk yang Diperbolehkan Syariat
Bentuk hadiah yang diperbolehkan dan diterima oleh syara’ adalah hadiah-hadiah yang disediakan untuk memotivasi dan mengajak kepada peningkatan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan amal shaleh. Misalnya, hadiah yang disediakan bagi pemenang dalam perlombaan menghafal Al-Qur’an atau hadiah yang disiapkan bagi yang berprestasi dalam studi. Bisa juga sumbangan dalam bidang keislaman, keilmuan, sastra atau sejenisnya yang disediakan oleh pemerintah, yayasan dan individu. Semua itu diperbolehkan asalkan berfungsi untuk memotivasi dalam persaingan yang diperbolehkan syara’ dalam kebaikan.[20]
Dalam terjemahan hadits riwayat Ahmad dari Ibnu Umar disebutkan bahwa, Nabi Muhammad SAW pernah melaksanakan perlombaan balap kuda. Kemudian Nabi memberikan hadiah kepada para pemenangnya. Nabi juga sering memberikan hadiah tertentu kepada para sahabat yang telah berhasil melakukan pelayanan untuk Islam seperti yang diriwayatkan Bukhari dari Urwah.[21]  Dalam terjemahan hadits lain yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a. kepada salah seorang pemenang lomba.
Artinya: “Dari Anas bin Malik r.a, ketika ia ditanya, ”Pernahkan kamu mengadakan lomba di masa Rasulullah dengan menyediakan hadiah/tanggungan?” Jawab Annas : ”Ya benar, Rasulullah SAW menyediakan kuda balapnya untuk hadiah, dan ketika ada salah seorang yang menang, maka beliau tersenyum merasa senang dan keheran-heranan.” (HR. Ahmad).[22]
Bentuk hadiah seperti ini adalah disediakan kepada orang-orang yang memenuhi syarat tertentu. Apabila ada orang yang telah memenuhi syarat sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh sebuah panitia khusus, maka ia berhak mendapatkan hadiah tersebut. Hadiah seperti ini diperbolehkan dan tidak ada perdebatan mengenai hukumnya.[23]
2.      Bentuk yang Diharamkan Tanpa Adanya Perselisihan
Bentuk yang tidak diragukan keharamannya adalah jika orang yang membeli kupon dengan harga tertentu, banyak atau sedikit, tanpa ada gantinya melainkan hanya untuk ikut serta dalam memperoleh hadiah yang disediakan berupa mobil, emas, atau lainnya. Bahkan, hal seperti ini termasuk larangan serius (bagi yang melakukannya dianggap telah melakukan dosa besar). Karena termasuk perbuatan judi yang dirangkaikan dengan khamar seperti disebut dalam QS Al-Baqarah ayat 219 dan QS Al-Maa’idah ayat 90.[24]
Para ulama’ berkata, ”Perumpamaan orang yang memperoleh harta dari jalan haram, lalu menyedekahkannya ke jalan Allah bagaikan orang yang membersihkan najis dengan air kencing, maka hanya akan menambahnya lebih kotor.”
Dalam kitab ”Al-Halaal wal Haraam fil Islam” Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa orang-orang yang memperbolehkan untuk maksud ”tujuan kemanusiaan” tak ubahnya dengan orang-orang yang mengumpulkan dana untuk tujuan kemanusiaan dengan jalan mengadakan tarian haram dan seni haram. Untuk itu kepada mereka yang berbuat demikian menganggap bahwa seolah-olah masyarakat Islam telah kehilangan jiwa sosial perasaan kasih sayang, dan nilai-nilai kebijakan. Sedangkan Allah itu Maha baik, sabagaimana terjemahan hadist Nabi Saw.
 “Sesungguhnya Allah itu baik, Ia (Allah) tidak mau menerima, kecuali yang baik.” (Riwayat Muslim dan Turmidzi)[25]
3.      Bentuk yang masih diperselisihkan
Bentuk undian yang masih diperselisihkan hukumnya adalah berupa kupon yang diberikan kepada seseorang sebagai ganti dari pembelian barang dari sebuah toko atau karena membeli bensin di sebuah pom bensin. Juga karena mengikuti pertandingan bola dengan membayar tiket masuk disertai dengan pemberian kupon.[26]
 

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, undian diartikan dengan sesuatu yang diundi (lotre). Sedangkan dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa lotre itu berasal dari Bahasa Belanda “loterij” yang artinya undian berhadiah, nasib, peruntungan. Dalam Bahasa Inggris juga terdapat kata “lottery” yang berarti undian.
M. Fachruddin Fuad berpendapat bahwa lotere tidak termasuk salah satu perbuatan judi (maisir) yang diharamkan karena illat judi atau maisir tidak terdapat dalam lotere.
Muktamar Majlis Tarjih Muhammadiyah di Sidoarjo pada tanggal 27- 31 Juli 1969, seperti yang dikutip Masyfuk Zuhdi, memutuskan antara lain bahwa Lotre Totalisator (Lotto), Nasional Lotere (Nalo) dan sesamanya adalah termasuk perjudian, sehingga hukumnya haram. “Sesungguhnya Allah itu baik, Ia (Allah) tidak mau menerima, kecuali yang baik.” (Riwayat Muslim dan Turmidzi).
B.     Saran
Jauhkanlah segala perbuatan yang membuat diri sendiri terjerumus dalam perbuatan maksiat, dan bertakwalah kepada Allah SWT.
 
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azis Dahlan, 1996. Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. ke-1, 1996, Jilid 6. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Abi Husain Muslim bin Al-Hajjaj Ibn Muslim Al-Qusyairiy, tt. Al-Jami’ Al-Shahih. Juz. 1. Beirut: Daarul Fikr.
Al-Quran dan terjemahnya, 1998. (Ayat Pojok Bergaris), Semarang: CV Asy-Syifa’.
Mustofa Dibul Bigha, 1988. At-Tadzhib fii Adillah Matan Al-Ghaayah wa At-Taqriib, Terj. Moh. Rifa’i dan Baghawi Mas’udi “Fiqh Menurut Mazhab Syafi’i”, Semarang: Cahaya Indah.
Moh. Fachruddin Fuad, 1982. Riba dalam Bank Koperasi Perseroan dan Asuransi, Bandung: PT al-Ma’arif.
Nazar Bakry, 1994. Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suhendi Hendi, 2010. Fiqh Muamalah, Cet. ke-6. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Saifudin Shidik, 2004. Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer, Cet. ke-1. Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara.
Yusuf Al-Qardhawi, 2000. Al-Halaal wal Haraam fil Islaam, Terj. Mu’ammal Hamidy, “Halal Dan Haram Dalam Islam”, Surabaya: Bina Ilmu.
Yusuf Al-Qardhawi, 2001. Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah, Jilid 3, Cet. ke-1. Terj. Abdul Hayyie Al-Kattani, dkk. “Fatwa-fatwa Kontemporer”, Jakarta: Gema Insani Press.
Zuhdi Masyfuk, 1990. Masail Fiqhiyah; Kapita Selekta Hukum Islam, Cet. ke-1, Jakarta : CV Haji Masagung.



[1] Saifudin Shidik, Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer, Jakarta : PT. Intimedia Cipta Nusantara, Cet. ke-1, 2004, hlm. 379.
[2] Abdul Azis Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, Cet. ke-1, 1996, Jilid 6, hlm. 1869.
[3] Saifudin Shidik, op. cit., hlm. 379-380.
[4] Abdul Aziz Dahlan, et. al., op. cit., hlm. 1869.
[5] Ibid.
[6] Pada zaman jahiliah orang-orang Arab menggunakan anak panah yang belum pakai bulu (lot) untuk menentukan suatu perbuatan, caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah itu masing-masing ditulis dengan: “lakukan”, jangan lakukan”, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat yang disimpan dalam ka’bah. Bila meraka hendak melakukan sesuatu perbuatan maka mereka meminta juru kunci untuk mengambil sebuah anak panah itu. Terserah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan tergantung apa yang diambil dari anak panah yang diambil itu. Kalau yang diambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulangi sekali lagi. Lihat Al Qur’an dan terjemahnya (Ayat Pojok Bergaris), Semarang: CV Asy-Syifa’, 1998, hlm.512.
[7] Ibid., hlm. 1869-1870.
[8] Ibid., hlm. 1870.
[9] Ibid., hlm. 1871.
[10] Ibid.
[11] Abi Husain Muslim bin Al-Hajjaj Ibn Muslim Al-Qusyairiy, Al-Jami’ Al-Shahih. Juz. 1 (Beirut: Daarul Fikr, tt), 405.
[12] M. Yusuf  Qardawi, Halal Haram Dalam Islam. Alih Bahasa Mu’ammad Hamidy (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), 421.
[13] Nazar Bakry. Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), 71.
[14] Abi Husain Muslim bin Al-Hajjaj Ibn Muslim Al-Qusyairiy, Op. Cit., 406.
[15] Adib Bisri Musthofa dkk. Tarjamah Muwaththa’ Al-Imam Malik R.A. Terjemahan “Muwaththa’ Al-Imam Malik R.A.” Juz. II (Semarang: CV Asy-Syifa’, 1992), 773.
[16] Nazar Bakry, Op. Cit., 71.
[17] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. ke-6, 2010, hlm. 321-322.
[18] Fuad Moh. Fachruddin, Riba dalam Bank Koperasi Perseroan dan Asuransi, Bandung PT al-Ma’arif 1982. Aibak, hlm.40-43.
[19] Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah; Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta : CV Haji Masagung, Cet. ke-1, 1990, hlm. 138-139.
[20] Yusuf Qardhawi, Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah, Jilid 3 , Terj. Abdul Hayyie Al-Kattani, dkk. “Fatwa-fatwa Kontemporer”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1, 2001, hlm.499.
[21] Ibid.
[22] Mustofa Dibul Bigha , At-Tadzhib fii Adillah Matan Al-Ghaayah wa At-Taqriib, Terj. Moh. Rifa’i dan Baghawi Mas’udi “Fiqh Menurut Mazhab Syafi’i”, Semarang : Cahaya Indah, 1988, hlm. 377.
[23] Yusuf Qardhawi, op. cit., hlm. 500.
[24] Ibid.
[25] Yusuf Al-Qardhawi, Al-Halaal wal Haraam fil Islaam, Terj. Mu’ammal Hamidy, “Halal Dan Haram Dalam Islam”, Surabaya : Bina Ilmu, 2000, hlm.424.
[26] Yusuf Al-Qardhawi, Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah, Jilid 3, Terj. Abdul Hayyie Al-Kattani “Fatwa-fatwa Kontemporer ”, Ioc. cit.